POLITIK REALIS MENURUT NICCOLO MACHIAVELLI: SEBUAH KRITIK TERHADAP PARA PENGUASA DI INDONESIA

 

(Sefrianus Kolo. Mahasiswa Fakultas Ilmu Filsafat. Universitas UNWIRA Kupang)

 Diskursus mengenai kepemimpinan sering diasosiasikan dengan para pemimpin pemerintahan baik itu presiden, gubernur, wali kota, bupati, camat atau bahkan para kepala desa. Namun kepemimpinan bukan hanya sebuah konsep dan kajian mengenai jabatan atau otoritas melainkan lebih luas yang berkaitan dengan model kepemimpinan yang diaplikasikan dalam menjalankan roda pemerintahan yang diembani penguasa. Seorang penguasa harus tahu, apa yang semestinya dilakukan dan tidak semestinya dilakukukan? Saat ini, Indonesia dihadapakan dalam sebuah situasi diamana terjadinya krisis kepemimpinan. Hal ini tandai dengan adanya proses Pilpres yang baru saja diselenggarakan, banyak komentar dan kritikan terhadap pemimpin negara yang diduga melakukan penyalah gunaan kekuasan. Adapula yang menyatakan bahwa pemimpin negara menerapkan politik dinasti. Kitapun sering mendengar dan membaca berita-berita di TV, media sosial, dan media cetak tentang para elit pemerintahan hingga kepala desa dan aparat desa masih menyalahgunakan kepemimpianan demi kepentingan pribadi. Padahal Seorang penguasa sesungguhnya adalah pribadi yang mengatur, mengarahkan dan mengorganisasi serta mengontrol segala aspek yang ada didalam sistem kepemimpianannya. Dengan kata lain, kepemimpinan merupakan suatu rangkaian kegiatan penataan bagi setiap individu yang mampu mempengaruhi positif terhadap individu itu sendiri dan selalu mengutamakan  tujuan dan cita-cita bersama.

Menurut Niccolo Machiavelli penguasa atau pemimpin harus memahami kedudukannya sebagai otoritas tertinggi, ia harus tahu bagaimana cara meraihnya dan mempertahankannya. Tujuan dari seorang penguasa adalah menyelamatkan kehidupan negara beserta segala isinya, bukan menyalaggunakan kekuasan demi kepentingan diri sendiri. Ada ungkapan yang terkenal dari Machiavelli, “the end justifies the means”, artinya demi suatu tujuan tertentu segala cara dilakukan. Sadar atau tidak sadar, para pemimpin di Indonesia salah mengartikan ungkapan ini dengan membuat sebuah konsep bahwa untuk mencapai sebuah kekuasaan maka segala cara dilakukan meskipun dilakukan dengan praktik-paraktik kotor. Namun Machiavelly tidak bermaksud demikian, itu semua adalah pemikiran yang keliru. Menurut Machiavelli kekuasan itu tentu dipertahankan demi kebaikan bersama tanpa harus tunduk kepada agama, dan nilai-nilai moral, apalagi keinginan-keinginan diri sendiri. Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang idealis. Pemimpin yang mampu bertanggung jawab, bisa berpikir dengan bijaksana dan inovatif. Pemimpin itu harus mampu membuat dirinya seperti rubah dan serigala dalam waktu yang bersamaan. Ia harus bijak seperti rubah dan tegas dan berani seperti serigala.

Niccolo Machiavelli adalah seorang diplomat, politisi, filsuf, sejarawan dan penulis berkebangsaan Italia yang hidup di Era Reinaissance. Machiavelli lahir pada 1469-1527 di Firence. Ayahnya adalah seorang ahli hukum. Ia terlahir dalam kekuarga yang kaya sehingga ia mendapat pendidikan yang terbaik di kota Florence. Kemudian, Ia bekerja sebagai pegawai senior pemerintahan yang mengurus persoalan diplomasi dan militer dimasa Republik Florentine. Ia menghabiskan waktu di pemerintahan tentu membuat Machiaavelli mengamati banyak paraktik-praktik buruk yang dilakukan para penguasa. Oleh karena itu, Ia menulis bukunya yang berjudul The Prince Il untuk mengkritik kebobrokan para penguasa didalam kerajaan. Dalam bukunya, Ia menggambarkan bahwa seorang pemimpin yang baik tidak harus disukai dan dicintai, tetapi harus ditakuti dan dihormati jika selamanya bisa mewujudkan kestabilan pemerintahannya maka cara apapun bisa dilakukan” apabila itu mendatangkan kebaikan bersama (vonum commune) ,(Sang penguasa. Satrapratedja & Parere M. Frans, 1991).

Berdasarkan fakta-fakta yang menampilkan prakti-paraktik penguasa yang buruk yang terjadi di Indonesia seperti yang dilansirkan melalui berita BBC tahun 2023 mengenai kasus korupsi yang dilakukan oleh para elit pemerintah, yaitu Menteri Pertanian, Syarul Yasin Limpo tersangka pemerasan dan pencucian uang Rp. 13.9 miliar, Ketua KPK, Firli Bahuri tersangka ikut terllibat dalam kasus pencucian uang yang dilakukan olen Menteri Petaniaan, Menteri Hukum Eddy Hiarie menrima grafitasi Rp. 8 miliar, Gubernur Maluku Utara, Abdul Ghani menerima suap Rp. 2.2 miliar dan terdapat 32 kepala desa di NTT yang terseret kasus korupsi Dana Desa dan ADD. Berdasarkan fakta-fakta diatas dapat dikatakan bahwa krisis kepemimpianan di Indonesia sangat memprihatinkan. Pemimpin yang seharusnya mengayomi masyarakat, mensejahterakan masyarakat, meningkatkan perekonomian suatu negara, kini malah menghianati kepercayaan rakyatnya. Para pemimpin negara saling berkompetisi untuk melakukan korupsi, sehingga kesejahteraan rakyatpun mereka abaikan.

Berkaitan dengan masalah krisis kepemimpin di Indoseia, maka Machiavelly hadir sebagai figur yang memberi pemahaman bahwa pentingnya untuk mempertahankan kekuasaan agar kokoh dan tidak bergantung pada faktor-faktor yang tidak dapat diandalkan. Dalam Jurnal Pengembangan Ilmu Komunikasi Sosial yang ditulis oleh Muctar (2018) tentang Penguasa dan Kekuasaan dalam politik,  Machiavelli menyatakan bahwa pemimpin itu harus idealis yang memiliki kapasitas inteletual yang memadai dan integral demi menunjang arah kemajuan negara dan kesejahteraan rakyat. Seorang pemimpin idealis harus mengetahui dan mempertimbangkan secara pasti kepentingan rakyat, tidak mencampuri urusan antara publik dan private. Ia harus membedakan urusan pribadinya, keluarganya, komunitasnya maupun kepentingan hanya untuk segelintir orang, dengan kepentingan masyarakat. Kemudian dalam penelitian yang dilakukan oleh Dodi dalam artikel ilmiah Ideologi Agama dalam Praktek dominasi Agama (2017) meyimpulkan bahwa kerap terjadinya krisis kepemimpinan di Indonesia karena banyak penguasa masih mementingkankepentingan pribadi, hubungan kekeluargaan, komunitasnya (agama) dan popularitas diri sendiri daripada kepentingan yang bersifat kolektif. Pemimpin itu seharusya bijaksana untuk menyadari dan mengetahui batas-batas dan fung-fungsinya dalam sebuah lembaga, intansi dan intitusi kepemerintahannya.

Hal menonjol lain yang dikritisi oleh Machiavelli adalah dominasi agama,  karena dominasi agama sangat berkaitan erat dengan penguasa dan kekuasaan di Indonesia. Mengingat Negara kita memiliki keragaman keyakinan sehingga tidak heran lagi para pemimpin terkadang terpengaruh oleh ikatan agama tertentu. Makanya, seringkali kekuasan dikendalaikan oleh dominasi agama.Disinilah peran penguasa yang idealis semestinya ditunjukan bahwasan seorang penguasa harus mengetahui bahwa agama tidak boleh mendominasi kekuasaan.Negara memiliki hak dan kewajiban untuk melindungi agama, bukan tunduk kepada agama. Sebab itu,  tidak perlu agama mengambil peran lebih dari urusan politik. Kehadiran agama dalam negara begitu penting dalam membina, menuntun dan membangun hubungan yang baik antar sesama manusia maupun hubungannya dengan negaranya sendiri. Begitu pula negara sebenarnya adalah sebuah sarana untuk memiliki kekuasaan untuk mengatur hubungan anatara manusia dalam masyarakat tersebut. Hubungan antara agama dan negara merupakan dua bentuk yang berbeda, keduanya memiliki takaran tujuan dan fungsi  masing-masing sehingga keberadaanya harus dipisahkan.

Oleh karena itu, dapat disimpulkan dari kajian dan pembahasan diatas bahwa para penguasa harus memliki kapasitas inteletual yang memadai untuk  mengatur, mengorganisasi dan mengontrol jalannya pememerintahan sehingga mencapai tujuan dan cita-cita yang telah disepakati bersama. Pemimpin yang idealis semestinya tidak ikut terlibat dalam praktik-praktikpenyelewenagan kekuasan dan hak milik negara demi sebuah kepentingan tertentu. Pemimpin yang baik harus mengutakan kepentingan kolektif dan mampu membedakan urusan publik dan urusan privasi. Kesejahteraan dan kemerdekaan rakyat adalah tujuan utama dari sang penguasademi mempertahankan kekuasaan dan kemerdekaan masyarakatnya.

Sumber:

Satrapratedja & Parere M. Frans. Niccolo Machiavelli. Sang Penguasa. Surat Seorang Negarawan kepada Pemimpin Republik. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakatra, 1991.

Muktar. 2018. Vol.2.No.1. Penguasa dan Kekuasaan dalam Pandangan Komunikasi Politik Machivelli. Jurnal Pengembangan Ilmu Komunikasi dan Sosial.

Nugroho Danang, 2024. Vol. 2. No. 6. Metode Kepemimpinan Generasi Z Yang Ideal Dalam Lingkungan Organisasi. Jurnal Ilmiah Ekonomi Dan Manejemen.

Mau Yosep. 2020. Kompas. Negara dan Agama dalam Nicolo Machiaveli-Indonesia. Diakses pada tanggal 15 Juni 2024. Pukul 22:15 WITA melalui: https://www.kompasiana.com/ose/5fc092cc8ede4807ea302b22/negara-dan-agama-dalam-niccolo-machiavelli-indonesia

Boim Muhamma, dkk. 2023. Vol.1.No.2. Ulasan Buku Il Principe (Sang Pangeran) Karya Nicole Machivelli. Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini.

Enseng & Lilik Aslichati. 2019. Konsep Dasar Kepemimpinan. Modul 1 Pendidikan Kepemimpianan.

Dodi Limas.2017. Vol.8.No.1 Ideologi Agama dalam Praktik Dominasi LDII Versus Non-LDII di Jombang. Teosofi; Jurnal Imiah.




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *