Dua orang kuasa Hukum BT dukung polisi usut chat mesum oknum pimpinan DPRD

 

KEFAMENANU, TIMME–Tim kuasa hukum BT, Joao Meco,S.H dan Jeremias Haekase, S.H mendukung komitmen Kepolisian Resor (Polres) Timor Tengah Utara (TTU) mengusut tuntas kasus chat mesum yang dilakukan oknum pejabat DPRD TTU.

“Kami mengapresiasi sikap Polres TTU yang telah sigap merespon dan menindaklanjuti pengaduan dugaan asusila,”Tulis Joao Meco dan Jeremias Haekase dalam siaran Persnya yang diterima media ini.

Bentuk dukungan tim kuasa hukum BT, berdasarkan Surat Kuasa Khusus No. 024/SK/JM-P/XI/2021 tanggal 26 November 2021,Terkait Perkara Teradu sdr. Agustinus Tulasi yang telah diperiksa Penyidik Reskrim Polres TTU pada Rabu tanggal 24 November 2021, karena diduga melanggar UU Anti Pornografi dan pelanggaran UU ITE yang dilakukan terhadap BT.

Berdasarkan surat kuasa tersebut, Tim kuasa Hukum BT, menyampaikan beberapa hal untuk menjadi perhatian pihak Polres TTU sesuai yang tertuang dalam Siaran Pers yang diterima Selasa (30/11/2021).

Pertama, Bahwa apa yang telah dilakukan oleh sdr. Agustinus Tulasi patut diduga kuat telah terjadi Pelanggaran Asusila.

“Modus operandinya terang benderang, ditujukan kepada korban dengan niat dan motivasi yang jelas sehingga secara hukum sepatutnya pelaku dapat dimintakan pertanggungjawaban hukumnya secara pidana”Jelas Joao Meco.

Kedua, Bahwa sarana dan prasarana yang dipergunakan oleh pelaku adalah media komunikasi yang dapat dilakukan intersep oleh siapapun sehingga dapat tersebar ke media sosial.

“Pada point ini, pertama – tama perlu dipahami terlebih dahulu mengenai definisi pornografi yang dapat ditemukan dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi(“UU Pornografi”) : Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat”, jelas Meco.

Ketiga, Bahwa dari pengertian tersebut dikaitkan dengan foto dan gambar yang diintersep dan tersebar sebagaimana yang diakses oleh khalayak maka sudah sepatutnya fakta hukum yang ada tidak membutuhkan penafsiran lagi karena pornografi juga termasuk dalam bentuk suara atau bunyi, gerak tubuh, tulisan/chat atau percakapan yang mengarah ke ajakan melakukan hubungan intim.

Keempat, Bahwa Pasal 4 ayat (1) UU Pornografi menyatakan bahwa setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang secara eksplisit memuat: persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang.
Kekerasan seksual. Masturbasi atau onani, ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan, alat kelamin atau
pornografi anak.

Kelima, Bahwa berdasarkan Pasal 4 ayat (1) UU Pornografi patut diduga kuat Teradu telah melakukan perbuatan ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan. “Disini unsur pidananya secara UU Pornografi telah terpenuhi”, tegas Meco.

Keenam, Bahwa mengenai Pengaduan klien kami yang kronologi peristiwanya terjadi di Provinsi Bali maka jika Pengaduan dimaksud dikaitkan dengan UU ITE seharusnya Penyidik tidak perlu ragu – ragu untuk menentukan walaupun secara prosedural telah berkonsultasi dengan Polda NTT.

“Penyidik dan kuasa hukum sama – sama tahu tentang mekanisme perkara khususnya berkaitan dengan UU ITE”, sambung Jeremias Haekase.

Foto : Jeremias Haekase, S.H. tim kuasa hukum BT

Ketujuh, Bahwa dalam menanggapi Pengaduan klien kami kemudian Penyidik menggunakan UU ITE untuk diterapkan dalam perbuatan teradu.

“Seharusnya Penyidik sudah mengetahui bahwa UU ITE tidak mengatur secara lebih spesifik tentang tempos delicti dan locus delicti karena yurisdiksi diruang maya untuk menjangkau cyber crime, pelaku dapat diadili berdasarkan Pasal 84 ayat (2) KUHAP yang memungkinkan Pengadilan Negeri yang bukan daerahnya dilakukan tindak pidana mengadili terdakwa yang bersangkutan bertempat tinggal, berdiam terakhir, ditemukan atau ditahan didaerah hukum Pengadilan Negeri tersebut, dengan syarat bahwa sebagian besar saksi yang dipanggil lebih dekat tempat tinggalnya daripada tempat kedudukan pengadilan itu dilakukan”, kata Meco.

Kedelapan, Bahwa Pasal 84 ayat (2) KUHAP memungkinkan atau memberi ruang bagi penegak hukum untuk mengadili pelaku cyber crime tidak sesuai teori locus delicti dengan tempat diadilinya perkara tersebut.

“Selain itu, mengenai teori locus delicti ada juga teori lain yang dapat digunakan oleh Penyidik yakni teori akibat, dimana klien kami menanggung akibat psikologis yang benar – benar mengganggu ketenangan kerja karena antara Teradu dan Pengadu berada dalam satu lingkungan kerja yang sama dan berdomisili dikota yang sama dengan tingkat interaksi yang intensif sehingga telah menimbulkan tekanan psikologis yang berat maka diharapkan ada perlindungan hukum terhadap klien kami yang merupakan korban dari pelaku yang menduduki strata birokrasi yang lebih tinggi”, terang Joao.

Kesembilan, “Bahwa dengan demikian, apabila Pengaduan klien kami setelah dilakukan gelar perkara, kemudian dinyatakan oleh Penyidik bahwa perbuatan pelaku atau teradu tidak memenuhi unsur pidana sebagaimana UU ITE maka patut diduga kuat bahwa Penyidik Polres TTU telah melakukan upaya impunitas terhadap teradu yang merupakan pejabat publik dan patut di duga pula bahwa penyidik telah salah menggunakan wewenangnya sehingga tidak sesuai dengan program Polri yang saat ini sedang gencar-gencarnya menjalan program presisi yang dicanangkan oleh Kapolri”, pungkas Joao.

Diberitakan sebelumnya, atas pengaduan BT, tiga orang saksi sudah dipanggil periksa yakni Diana Yanti Deka, Boromeus Sonbai dan Therensius Lazakar, menyusul terlapor Agutinus Tulasi.

Dalam pemeriksaan terhadap Tulasi, ia mengakui semua isi chat darinya yang bernada ajakan mesum dan foto yang mengesankan ketelanjangan disertai pesan ancaman.

“Saksi – saksi dan terlapor sudah kita periksa. Selanjutnya, akan digelar kasus untuk menetapkan apakah memenuhi unsur-unsur pelanggaran terhadap UU ITE dan UU Anti Pornografi”, jelas Kapolres TTU, AKBP Nelson F.D.Quintas S.I.K, melalui Kasat Reskrim Iptu. Fernando Oktober S. Tr. K. (seb)




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *